Negeri Berbalut Kain Hitam

Standard
 tzmko-1939

INDONESIA. Ya! Inilah negeriku. Tempat aku dilahirkan. Tempat aku diasuh dan dibina oleh kedua orangtua dan lingkungan tempat tinggalku, serta tempat dimana aku mendapat berbagai macam pengalaman dan ilmu. Katanya, negeriku ini terkenal dengan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Katanya, penduduk di negeri ini terkenal dengan keramah-tamahannya, sikap gotong royongnya, dan musyawarah untuk mufakat. Mengapa “Katanya”? Apa yang terjadi dengan negeriku saat ini? Apa negeri ini sakit? Ataukah jiwanya saja yang sakit?

Bercermin dengan pertanyaan tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia saat ini memang sedang mengalami krisis. Ekonomi, moral, kepercayaan, karakter, dan sosial merupakan lima krisis yang sedang dialami negeri ini. Dari 100 orang, sekiranya hanya 10% orang yang tidak mengalami krisis tersebut. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa “ada” masyarakat yang tidak mengalaminya, namun sebagian besar memang merasakan adanya polemik yang sedang melanda masyarakat di negeri ini.  Krisis-krisis ini tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa yang bertaraf ekonomi keatas saja. Anak muda, masyarakat bertaraf ekonomi menengah maupun kebawah, bahkan bayi yang baru lahir pun ikut mengalaminya.

Indonesia memiliki rasa gotong royong dan kesukuan yang kental. Terbukti dengan adanya barang-barang elektronik yang semakin hari semakin canggih, rakyat indonesia berbondong-bondong untuk membeli dan memperbaharui barang-barang yang dimilikinya, tanpa memikirkan bagaimana kualitas hidup yang sebenarnya, bagaimana dampak negatif apabila menjadi seseorang yang sangat konsumtif, dan bagaimana jika hidup ini terlalu banyak diisi dengan kegiatan-kegiatan yang tidak mengutamakan aktivitas seseorang seperti bersosial secara langsung dengan kerabat, melakukan sesuatu dalam bentuk nyata (memasak, membeli perlengkapan rumah tangga dengan langsung mendatangi toko peralatan rumah tangga), dan lain sebagainya. Dengan teknologi yang semakin canggih, masyarakat dimanjakan dengan segala sesuatu yang berbau instan. Kini, untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tak perlu lagi bertatap muka secara langsung dengan orang yang dituju, melainkan hanya dengan mengetik tombol-tombol yang ada di layar touchscreen, komunikasi pun sudah dapat dilakukan. Dampaknya, banyak dari individu yang dapat mengenal orang lain hanya melalui media sosial saja. Mereka memiliki alasan tersendiri untuk enggan bertemu secara langsung, seperti sibuk, tidak percaya diri untuk bertatap muka secara langsung, dan berbagai alasan lainnya. Padahal, pola pemikiran dan bahasa yang diucapkan dalam media sosial bisa saja berbeda dengan pola pemikiran dan bahasa yang dilakukan jika seseorang melakukan tatap muka secara langsung. Dalam satu komplek perumahan, rumah yang berdampingan pun tidak melakukan komunikasi secara langsung. Mereka lebih memilih blackberry messager sebagai alat untuk berkomunikasi. Budaya akulturasi dan etnosentris merupakan budaya yang lazim dilakukan masyarakat yang tinggal di lingkungan perumahan.

Dalam segi ekonomi, Indonesia menduduki peringkat ke-10 di dunia dalam segi Pendapatan Domestik Bruto (sumber: http://bisnis.news.viva.co.id/). Disamping hal tersebut sangat mengharumkan nama Indonesia dimata dunia, namun hal ini sangat berbading terbalik dengan kondisi ekonomi dikalangan penduduk yang ada didalamnya. Sulitnya lapangan pekerjaan yang berdampak pada angka pengguran yang semakin mencekam merupakan polemik yang berkepanjangan. Meski sudah tujuh kali Indonesia berganti presiden, masalah pengangguran seolaholah tidak dapat terpisahkan.

Dalam dunia pendidikan, guru yang benar-benar mengabdi kepada negeri ini tidak berbanding lurus dengan jumlah pelajar yang ada di Indonesia. Banyak guru yang mengeluh karena gaji, mengeluh karena media pembelajaran yang dirasa kurang memadai, serta fasilitas yang kurang menunjang untuk mereka melakukan proses belajar mengajar. Banyak pula guru yang mengajar tidak dengan hati, mengajarkan anak mengenai pendidikan karakter namun mereka pribadi tidak menerapkan apa yang mereka ajarkan dalam keseharian hidupnya. Maka sampai kapanpun apa yang diajarkan akan sulit untuk anak dapat mengiplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, karena model yang mereka lihatpun tidak melakukan hal tersebut. Pada akhirnya, banyak anak indonesia yang hanya tahu teori, namun tidak mengaplikasikan sebagai mana mestinya. Sekelumit kasus yang menyeret orang-orang ternama berpendidikan tinggi membuktikan bahwa negeri ini memang membutuhkan orang-orang yang mengerti teori dan dapat mengimplementasikan teori yang dimilikinya.

Siapa yang patut disalahkan? Mengeluh bukanlah solusi. Negeri ini sangat memerlukan aksi yang dapat mengubahnya menjadi lebih maju. Hanya diri kitalah yang dapat mengubah negeri ini menjadi lebih baik. Manusia tidak seharusnya untuk terus saja berorientasi pada masa lalu, namun jika masa lalu itu dapat mengubah masa depan menjadi lebih baik, orientasi itulah yang harus dipikirkan secara matang. Sebuah pepatah mengatakan “Kita akan menuai apa yang kita tanam”, maka dari itu, jika mulai hari ini kita melakukan segala sesuatu yang baik, hasilnya pun akan baik, dan begitupun sebaliknya.

Mulai hari ini, mulailah untuk menggunakan alat elektronik sebagaimana mestinya. Janganlah sampai melupakan kewajiban-kewajiban yang sekiranya memang harus dilakukan. Dan yang pasti, mulailah untuk berkomunikasi secara langsung kepada dunia dengan tidak hanya mengandalkan alat elektronik, karena alat hanyalah alat yang dalam waktu tertentu dapat rusak. Alangkah lebih hebatnya jika kita dapat berkomunikasi dengan dunia melalui kontak langsung dengan masyarkat penjuru dunia. Sebagai contoh, seorang pelajar dapat dengan gratis berkeliling dunia untuk memperkenalkan produk hasil karyanya karena prestasi yang sudah diraih oleh dirinya. Dengan begitu, pelajar tersebut dapat berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat yang ada ada di Amerika, Inggris, dan penjuru dunia lainnya.

Alangkah indahnya negeri ini jika segala sesuatu yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat selalu berlandaskan pancasila dan bhineka tunggal ika. Dapat dibayangkan, negeri ini akan kembali tenar dengan keramah-tamahannya, sikap gotong royongnya, dan musyawarah selalu untuk mufakat.

Negeri Berbalut Kain Hitam. Semoga saja kelak tak lagi berbalut kain hitam. Kain emaslah yang nantinya akan membalut negeri kita tercinta, Indonesia.

Leave a comment